Selasa, 02 Juni 2009

Cara NgeLEAK

Pada dasarnya ilmu ini sangat rumit dan rahasia sekali. Oleh karena itu jarang seorang guru mau dengan terang-terangan membeberkan ilmu leak.


Sebelum seorang belajar ilmu leak terlebih dahulu harus diketahui otonan atau hari lahir orang tersebut. Hal ini sangat penting, karena kualitas dari ilmu yang dianut bisa diketahui dari otonannya. Sang guru harus hati-hati memberikan pelajaran ini. Kalau tidak murid akan celaka oleh ilmu tersebut. Setelah diketahui barulah proses belajar dimulai,


Pertama-tama murid harus ngewinten Brahma Widya, dalam bahasa lontar disebut ngerangsukang kawisesan atau memasukkan ilmu kesaktian dalam tubuh, pada hari yang dipilih sang guru. Tahap dasar, diperkenalkan dengan Aksara Wayah (sastra simbol) atau Modre, dalam hal ini tidak bisa dieja, karena aksara tersebut lebih menyerupai simbol.


Tahapan berikutnya murid dirajah (ditulisi) seluruh tubuh dari atas sampai bawah oleh sang guru. Semua pekerjaan tersebut dilakukan di kuburan pada saat Kajeng Kliwon Nyitan. Kemudian sang murid harus mengucapkan lima sumpah di kuburan :


(1) Hormat dan taat dengan ajaran yang diberikan oleh guru,
(2) Selalu melakukan ajapa-ajapa atau mantra-mantra menyembah Siwa dan Durga dalam bentuk ilmu kawisesan,
(3) tidak boleh pamer kalau tidak kepepet, selalu menjalankan dharma,

(4) Tidak boleh makan daging kaki empat, tidak boleh bersetubuh dengan pasangan bukan sah,

(5) Tidak boleh menyakiti atau dengan cara apa pun melalui ilmu yang dipelajari.



Mungkin karena sumpah nomor empat (4) ini sangat ditakuti, akhirnya kebanyakan ilmu ini dipelajari oleh perempuan, sebab (mungkin-red) perempuan lebih kuat menahan nafsu birahi dari laki-laki. Di Bali yang namanya Rangda selalu identik dengan wajah seram, tetapi di Jawa disebut Rondo yang berarti janda. Inilah alasannya kenapa dahulu para janda lebih menguasai ilmu pengeleakan dari pada laki-laki.



Pada dasarnya ilmu ini berasal dari tanah Jawa, campuran aliran Siwa dan Budha, yang disebut dengan Bajrayana. Dibutuhkan ketekunan, puasa, berbuat baik. Sebab ilmu ini tidak akan berhasil bilamana dalam pikiran menyimpan perasaan dendam, apalagi kita belajar ilmu ini untuk tujuan yang tidak baik, tentu tidak akan mencapai tujuannya.



Kewajiban lainnya adalah saat tengah malam tepat jam 12 pelaku ilmu ini diwajibkan untuk meditasi sambil mencoba melepas roh, tetapi dianjurkan yang dekat-dekat dulu. Mungkin ke parit, sawah atau sungai. Celakanya, apabila melepas roh pas lewat di rumah tetangga yang sedang mempunyai bayi, maka otomatis bayi tersebut pasti terbangun dan menangis teriak-teriak. Hal ini disebabkan frekuensi bayi sama seperti orang mrogo sukma tadi. Bayi tersebut tidak takut cuma kaget aja ada klebatan lewat. Mirip handphone adu signal dan blank.



Inilah yang dikatakan orang awam bahwa bayi itu amah leak, padahal tidak. Dalam dunia leak, ada aturan dilarang keras untuk lewat atau berada di keluarga yang mempunyai bayi untuk melepas roh (ngelekas, ngereh). Sebab, bagi yang jahil tidak tertutup kemungkinan melepas roh dan mondar mandir di depan rumah orang yang punya bayi, ini yang sering terjadi di Bali, sehingga citra leak rusak dan dituduh menyakiti. Apalagi ada orang sakit keras kemudian pelaku ilmu ini iseng lewat atau sekedar jenguk melalui rohnya, maka sudah dipastikan orang tersebut kaget dan bisa jadi denyut jantung berhenti.



Inilah hal-hal yang oleh orang awam dikatakan, bahwa leak itu jahat, makanya sang balian yang bijak akan memagari rumah orang sakit atau yang punya bayi itu dengan aksara tertentu, yang artinya sebagai simbol para penganut leak dilarang masuk. Apabila ini dilanggar perang antara leak dan balian pun terjadi. Selanjutnya siapa kalah dan menang tergantung siapa yang lebih mumpuni. Disini tidak lagi berbicara dari perguruan leak mana, atau tamatan perguruan leak mana mereka, tetapi sudah perang kawisesan. Inilah yang sering terjadi di Bali yang disebut dengan siat peteng atau perang maya. Pada umumnya dari pihak leak yang sering kalah, sebab leak tidak mempelajari ilmu menyerang, namun ilmu bertahan, sedangkan balian bisa saja ngiwa tengen.

0 komentar:

Posting Komentar